Rabu, 03 November 2010

Buku Radith


Kambingjantan
Penerbit: Gagasmedia, 2005


Kambingjantan adalah buku pertama Raditya Dika, berisi pengalamannya sewaktu masih di Adelaide, Australia. Kisah-kisah yang ada di dalamnya meliputi pengalamannya sebagai mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri, yang diambil langsung dari blog-nya yang dulu beralamat di www.kambingjantan.com.
Semua cerita-ceritanya ini ditulis dengan gaya humor yang goblok, ancur, dan lepas pakem. Buku ini juga merupakan buku-blog Indonesia yang pertama.





Cinta Brontosaurus
Penerbit: Gagasmedia, 2006


Cinta Brontosaurus adalah buku kedua Raditya Dika, hampir sama dengan Kambingjantan, masih bercerita tentang kehidupannya pribadinya. Kali ini Radith bercerita tentang pengalaman cintanya yang kayaknya selalu saja sial. Isi dari buku ini meliputi dari sewaktu Radith ngirim surat cinta pertama ke teman SD-nya (yang berakhir dengan sangat tragis) hingga pengalaman Radith memerhatikan kucing Persia-nya yang jatuh dengan kucing kampung tetangganya. Buku ini punya benang merah kisah cinta Raditya Dika dari dulu sampai sekarang.






Bukan Binatang Biasa
Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa

Penerbit: Gagasmedia, 2007
Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa adalah buku hasil tulisan Raditya Dika, berisi pengalaman-pengalaman pribadi Raditya Dika sendiri yang bego, tolol, dan cenderung ajaib. Simak kisah Raditya Dika jadi badut Monas sehari, ngajar bimbingan belajar, dikira hantu penunggu WC, sampai kena kutuk orang NTB. Penulis Indonesia, tidak pernah segoblok ini.





Babi Ngesot
Babi Ngesot : Datang Tak Diundang, Pulang Tak Berkutang

Penerbit: Bukune, 2008
Babi Ngesot: Datang Tak Diundang, Pulang Tak Berkutang adalah kumpulan cerita pendek pengalaman pribadi Raditya Dika, penulis Indonesia terbodoh saat ini. Benang merah dari buku Babi Ngesot adalah ketakutan-ketakutan Radith dalam hidup, termasuk: kalang kabut digencet kakak kelas, dihantuin setan rambut poni, sampai perjuangan menyelamatkan keteknya yang sedang “sakit”. Simak tujuh belas cerita aneh-tapi-nyata Raditya di buku ini.





Babi Ngesot
Kambingjantan: Sebuah Komik Pelajar Bodoh

Penerbit: Gagasmedia, 2008
Komik Komedi ini ditulis oleh Raditya Dika dan diilustrasikan oleh Dio Rudiman. Berisi 6 chapter tentang pengalaman Radith kuliah di Adelaide, Australia. Lengkap dengan penggabaran gaya lebay oleh Dio Rudiman. Simak Radith yang ditaksir cewek Korea, mencoba mempecundangi orang Kediri, membantu teman arabnya mendapatkan bule, sampai membuat seorang Jepang dideportasi. Cerita di komik ini semuanya berbeda dengan buku Kambingjantan yang diterbitkan sebelumnya.

Selasa, 02 November 2010

Siapa Sih Radith

Raditya Dika (lahir Desember 28, 1984) adalah penulis Indonesia, komedian, penulis skrip komik/film, dan seorang penggiat perbukuan. Raditya dikenali publik setelah buku pertamanya Kambingjantan (Gagasmedia, 2005) terbit di pasaran. Buku tersebut adalah hasil adaptasi dari blognya yang dulu beralamat di www.kambingjantan.com. Dengan gaya menulis komedi yang lepas pakem, dan apa adanya, Kambingjantan sukses menjadi bestseller.

Selanjutnya, berbeda dengan Kambingjantan, Raditya menulis buku keduanya gaya personal-essay-comedy berjudul Cinta Brontosaurus (Gagasmedia, 2006). Buku tersebut, bersama buku-buku berikutnya, Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa (Gagasmedia, 2007) dan Babi Ngesot (Bukune, 2008) telah sukses menjadi national bestseller. Kebanyakan tema komedi Raditya Dika berputar di antara kehidupan pribadinya, keluarganya, dengan gaya humor hiperbolis-self depreciating yang menjelek-jelekkan dirinya sendiri.

Di akhir tahun 2008, bersama komikus Dio Rudiman, Raditya menulis komik Kambingjantan (Gagasmedia,2008). Komik ini berisi kehidupannya sewaktu menjadi mahasiswa perantauan di Adelaide, Australia.

Project terakhir Raditya adalah film yang diangkat dari buku pertamanya, Kambingjantan, yang disutradari Rudi Soedjarwo. Selain menulis skripnya bersama Salman Aristo dan Mouly Surya, di film tersebut dia juga memerankan dirinya sendiri. Film ini dijadwalkan tayang 5 Maret 2009.

Raditya saat ini bekerja di penerbit Bukune sebagai Direktur dan Pemimpin Redaksi.
Raditya juga masih kuliah ekstensi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, jurusan Politik Indonesia. Sekarang tinggal di Jakarta Selatan bersama orangtua dan empat orang adik.

Raditya Dika adalah seorang fans fanatik David Sedaris (penulis), Hilman Hariwijaya (penulis), Ellen Degeneres (komedian), Jerry Seinfeld (komedian), Judd Apatow (produser film), dan Woody Allen (penulis/sutradara/aktor).

Buku:
- Kambingjantan: Catatan Harian Pelajar Bodoh (2005)
- Cinta Brontosaurus (2006)
- Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa (2007)
- Babi Ngesot: Datang tak Diundang, Pulang tak Berkutang (2008)

Komik (bersama komikus Dio Rudiman):
- Kambingjantan: Sebuah Komik Pelajar Bodoh (2009)

Film
- Kambingjantan: Sebuah Film Pelajar Bodoh (2009, aktor dan penulis skrip)

Lainnya:
- Tolong, Radith Membuat Saya Bego (buku ditulis bersama pembaca) (2007)

Senin, 01 November 2010

Raditya Dika: Nasionalisme tidak harus kuper

Ada paradigma yang salah beredar di kalangan generasi muda di Indonesia soal nasionalisme. Begitu penilaian Raditya Dika, penulis dan blogger. Nasionalisme dianggapnya hanya tercermin dari simbol bahasa, pakaian yang digunakan, atau jenis buku yang dibaca.

Raditya mengaku hanya memiliki satu baju batik. Namun, dia tidak merasa bahwa dia bukan seorang yang tidak nasionalis hanya karena itu.

Nasionalisme adalah bagaimana menjadi seorang warga dunia tanpa meninggalkan unsur tradisional atau ke-Indonesia-an.

Isu-isu mengenai nasionalisme yang banyak beredar di masyarakat sekarang ini, menurutnya, bukanlah sebuah isu nasionalisme, seperti menggunakan bahasa Inggris atau menyukai buku-buku dari luar negeri. Nasionalisme seharusnya tidak membuat generasi muda menjadi kuper.

Justru dengan keadaan dunia yang sudah tidak memiliki batas geografis ini, Raditya merasa saat ini waktu yang tepat untuk belajar bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar internasional. Dengan demikian seseorang bisa menjadi bagian dari warga dunia tanpa kehilangan identitas ke-Indonesia-annya.

Dia menyarankan generasi muda untuk menguasai bahasa Inggris hingga ke tahap reading comprehensive yang baik. Dengan begitu mereka mempunyai kesempatan yang luas untuk menunjukkan identitas Indonesia yang sebenarnya di mata dunia.
Raditya mengaku selalu bangga menjadi seorang Indonesia ketika berhadapan dengan budaya lain seperti waktu dia kuliah di Australia atau summer course di Belanda. “Nasionalisme lebih kosmopolit dari sekedar simbolsimbol bahasa, pakaian, atau musik,“ ujar penulis buku Kambing Jantan ini.

Contoh nasionalisme yang dimaksud Raditya salah satunya adalah menjadi creator. Dengan bantuan teknologi yang semakin berkembang, generasi muda di Indonesia memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain di belahan dunia untuk menjadi seseorang yang dilihat di panggung dunia.

Menurut dia, tekanan globalisasi dan teknologi mengharuskan masyarakat Indonesia untuk menjadi bagian dari masyarakat dunia. Teknologi membuat batasan geografis yang sebelumnya terlihat menjadi tidak kentara. Perkem bangan teknologi diakuinya bisa menjadi wadah yang efektif untuk mengasah dan memupuk nasionalisme.

Serangan budaya luar dan teknologi yang semakin berkembang seharusnya tidak menjadi sesuatu yang ditakuti oleh masyarakat Indonesia. Raditya mengumpamakannya dengan anak-anak zaman sekarang yang lebih menyukai Spongebob Squarepants atau Power Ranger dibanding kan dengan wayang.

Serangan budaya yang terjadi sekarang, menurutnya, harus dibalas dengan kebudayaan juga. Dengan demikian kebudayaan Indonesia bisa menjadi sebuah komoditas yang tidak hanya disukai di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. “Justru itu tantangan generasi sekarang, bagaimana membuat kebudayaan kita seseksi Spongebob atau sekeren Power Ranger.” Bagaimana tanggapannya tentang Sum pah Pemuda? Dia melihatnya sebagai hari di mana pemuda di seluruh Indone sia berkumpul untuk mengucapkan janji Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.

Di balik nilai historisnya yang tinggi tersebut, Raditya menilai tujuan persatu an pemuda sudah ada dari dahulu dan generasi muda sekarang tidak melupakan bahwa persatuan pemuda adalah sebuah ikatan yang sangat kuat.